DPW Prabu Satu Nasional Mojokerto Suarakan Dukungan terhadap Revisi UU TNI di Depan Makorem 082/CPYJ

Prabu satu nasional gelar aksi damai di depan makorem 082/CPY dukung RUU TNI.(foto:erick)
banner 120x600
banner 468x60

Mojokerto,lensaindo.id – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Prabu Satu Nasional Mojokerto menggelar aksi damai dalam rangka mendukung Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), Senin (21/4/2025). Aksi penyampaian aspirasi tersebut dilakukan di depan Markas Korem 082/CPYJ.

Ketua DPW Prabu Satu Nasional Mojokerto, Hartono, menegaskan bahwa aksi yang mereka lakukan bukan untuk memprovokasi atau menciptakan kegaduhan, melainkan murni sebagai wujud dukungan terhadap penguatan peran TNI.

banner 325x300

“Kami hadir bukan untuk meresahkan, melainkan untuk menyuarakan kebenaran. Revisi UU TNI adalah bentuk penguatan terhadap peran strategis TNI, yang tidak hanya bertugas di medan tempur, tapi juga berperan penting dalam menjaga stabilitas nasional di berbagai sektor,” jelas Hartono dalam orasinya.

Menurutnya, ancaman yang dihadapi bangsa saat ini semakin beragam, mulai dari narkotika, terorisme, separatisme, hingga kejahatan siber. Oleh karena itu, posisi TNI harus diperkuat dan diberi ruang gerak yang lebih luas.

Hartono menegaskan, RUU TNI bukan merupakan ancaman terhadap demokrasi, melainkan justru alat untuk menjaga demokrasi dari berbagai potensi gangguan. 

“Kami berdiri bersama TNI dan rakyat. Kami bukan oposisi, tapi mitra perjuangan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Dari Mojokerto, kami bergerak untuk Indonesia,” tegasnya.

Menanggapi aspirasi tersebut, Danrem 082/CPYJ Kolonel Inf Batara Alex Bulo menyampaikan bahwa RUU TNI telah melalui pembahasan di DPR RI dan telah disetujui sebagai representasi suara rakyat.

Ia menjelaskan bahwa pasal-pasal dalam revisi UU TNI, seperti pasal 7 dan 47, memiliki keterkaitan erat dengan ketahanan nasional. Sebagai contoh, ia menyebutkan peran TNI dalam penanganan bencana alam, seperti saat terjadi letusan gunung berapi, meskipun belum memiliki dasar hukum dan anggaran yang jelas.

“Meski tanpa payung hukum, kami tetap turun membantu masyarakat. Tapi risikonya juga besar, personel kami pernah mengalami ISPA dan TBC karena tugas itu,” ujarnya.

Kolonel Batara juga menambahkan bahwa salah satu poin revisi menyangkut penugasan TNI di Mahkamah Agung untuk memperkuat pengawasan, terutama guna mencegah penyelundupan narkoba dan kejahatan lintas batas lainnya.

“Kalau melihat negara maju seperti AS, Inggris, hingga Belanda, usia pensiun tentara mereka bahkan mencapai 65 sampai 68 tahun. Sedangkan revisi di Indonesia hanya menaikkan usia pensiun menjadi 60-62 tahun,” terangnya.

Ia juga menyoroti perbandingan dengan negara tetangga seperti Malaysia. Dengan jumlah penduduk sekitar sepertiga dari Indonesia, Malaysia memiliki usia pensiun militer 65 tahun dan jumlah personel mencapai 135 ribu. Sementara itu, Indonesia yang jauh lebih besar hanya memiliki sekitar 500 ribu personel militer aktif.

“Seharusnya, kita memiliki minimal lima juta personel, namun keterbatasan anggaran menjadi kendala utama,” pungkasnya.(erick)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *